Sisi Lain Rokok – Merokok seringkali diposisikan sebagai aktivitas yang sepenuhnya negatif—dan secara medis, itu memang benar. Tapi di balik kabut asap dan label peringatan kesehatan, ada sisi historis, sosial, bahkan psikologis yang jarang dibahas secara adil. Dalam artikel ini, kita akan melihat bagaimana rokok pernah menjadi bagian dari ritual, alat relaksasi, hingga simbol status dalam masyarakat di berbagai belahan dunia. Ini bukan promosi merokok, melainkan eksplorasi tentang mengapa kebiasaan ini begitu bertahan meski risikonya tinggi.

Sejarah Awal: Dari Obat Tradisional hingga Simbol Spiritualitas

Tahukah kamu bahwa tembakau awalnya digunakan sebagai obat tradisional oleh suku-suku asli Amerika? Dalam konteks etnobotani, tanaman Nicotiana tabacum di percaya memiliki efek terapeutik ringan, termasuk sebagai anti-inflamasi alami dan penenang ringan. Beberapa suku bahkan menggunakannya dalam upacara spiritual, di mana asap rokok dianggap sebagai media komunikasi dengan alam roh.

Dalam kajian antropologi medis, aktivitas ini di sebut ritual inhalasi, yang bukan semata konsumsi zat, tapi bagian dari sistem kepercayaan yang terstruktur.

Psikologi Merokok: Efek Relaksasi dan Self-Regulation

Secara neurokimia, nikotin bekerja sebagai agonis asetilkolin, yang merangsang pelepasan dopamin—neurotransmitter yang berkaitan dengan rasa senang. Inilah mengapa beberapa orang merasa lebih fokus atau tenang setelah merokok.

Penelitian di bidang neuropsikologi menunjukkan bahwa nikotin dalam dosis rendah dapat memberikan efek peningkatan perhatian (alertness), memperbaiki fungsi memori jangka pendek, dan membantu dalam self-regulation (pengendalian emosi).

Namun penting di catat: efek ini bersifat sementara dan membawa konsekuensi jangka panjang yang merugikan, terutama bila sudah memasuki fase adiksi.

BACA JUGA:

Dari Nikotin ke Kebebasan Strategi Bertahap untuk Perokok Berat yang Mau Tobat

Konteks Sosial: Rokok Sebagai Ikatan Komunal

Dalam banyak budaya, rokok juga memiliki fungsi sosial. Di dunia kerja misalnya, “break ngerokok” sering jadi momen informal untuk team bonding. Orang yang tidak merokok pun kadang ikut keluar hanya untuk bersosialisasi.

Secara sosiologi interaksi simbolik, momen ini bisa di maknai sebagai “ritual mikro sosial” yang mempererat hubungan antarindividu. Rokok menjadi alat komunikasi non-verbal—sejenis sinyal bahwa seseorang siap bersantai, terbuka untuk ngobrol, atau sekadar ingin melarikan diri dari tekanan.

Ekonomi dan Industri Kreatif: Ironi Rokok di Dunia Modern

Industri rokok secara global masih jadi salah satu motor ekonomi, terutama di negara berkembang. Di Indonesia misalnya, sektor ini menyerap jutaan tenaga kerja dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga kreator iklan.

Uniknya, di industri kreatif, rokok pernah di asosiasikan dengan persona seniman: bebas, ekspresif, anti-arus utama. Banyak tokoh dunia sastra dan film yang menjadikan rokok sebagai bagian dari citra mereka. Meskipun kini citra itu mulai bergeser seiring kampanye anti-tembakau yang semakin gencar.

Pahami, Bukan Puja

Kita tidak sedang membela rokok. Fakta ilmiah tidak bisa di bantah—merokok meningkatkan risiko berbagai penyakit serius. Tapi seperti banyak kebiasaan manusia, rokok punya sejarah kompleks yang tidak bisa di lihat dari satu sisi saja.

Dengan memahami konteks sosial, historis, dan psikologisnya, kita bisa membentuk narasi yang lebih utuh—bahwa manusia sering mencari pelarian, kenyamanan, dan makna bahkan dalam sebatang tembakau. Yang penting, kita tetap kritis dan sadar risiko, tanpa perlu jatuh ke glorifikasi.