bokormas – Siapa sangka, di balik kontroversi dan stigma negatif yang sering melekat pada industri rokok, ada satu fakta menarik yang nggak bisa di abaikan: industri rokok sumbang pajak terbesar di Indonesia. Bayangkan saja, kontribusinya bisa mencapai Rp200 triliun per tahun! Angka yang nggak main-main, kan?
Meskipun rokok sering di anggap sebagai musuh kesehatan, nyatanya negara sangat bergantung pada pajak cukai hasil tembakau untuk mengisi kantong APBN. Cukai rokok bahkan mengalahkan kontribusi sektor lain seperti pertambangan atau energi.
Dahulu Hingga Kini Industri Rokok Selalu Sumbang Pajak Terbesar
Industri rokok di Indonesia itu unik banget. Kita punya jenis rokok kretek yang khas dan bahkan di anggap sebagai warisan budaya. Belum lagi sekarang ada tren rokok elektrik atau vape yang ikut meramaikan pasar. Semua itu tetap di kenakan cukai dan berkontribusi pada pendapatan negara.
Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa cukai hasil tembakau (CHT) terus jadi andalan. Tahun demi tahun, target penerimaan cukai dari rokok terus naik. Bahkan saat pandemi pun, sektor ini tetap stabil dan tetap menyumbang besar ke kas negara.
Pajak Rokok: Antara Kepentingan Ekonomi dan Kesehatan
Memang, ada dilema yang nggak bisa dihindari. Di satu sisi, pemerintah ingin masyarakat hidup sehat dan mengurangi konsumsi rokok. Tapi di sisi lain, pendapatan dari sektor ini terlalu besar untuk di abaikan.
Cukai rokok di rancang bukan cuma buat menambah pendapatan, tapi juga untuk mengendalikan konsumsi. Maka nggak heran kalau tarif cukai terus naik dari tahun ke tahun. Meski begitu, produksi rokok tetap tinggi dan permintaan tetap besar.
Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan cukai belum cukup ampuh untuk menekan konsumsi secara signifikan. Tapi, dari sisi penerimaan pajak, kenaikan tarif jelas sangat menguntungkan pemerintah.
Kontribusi Rp200 Triliun: Larinya ke Mana?
Duit Rp200 triliun itu larinya ke mana, sih? Nah, ini yang jarang di bahas. Pajak dari industri rokok di gunakan untuk membiayai berbagai program pemerintah. Termasuk BPJS Kesehatan, pembangunan infrastruktur, sampai subsidi pendidikan dan bantuan sosial.
Selain itu, sebagian besar dana juga disalurkan ke daerah melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT). Jadi, daerah penghasil tembakau seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Sumatera ikut menikmati hasilnya. DBH CHT ini biasanya di gunakan untuk program kesehatan, pemberdayaan petani tembakau, dan penegakan hukum cukai ilegal.
Industri Rokok Jadi Tulang Punggung Ribuan Pekerja
Ngomongin industri rokok, kita juga nggak boleh lupa bahwa sektor ini menyerap jutaan tenaga kerja, dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga distributor dan pedagang rokok eceran. Artinya, ada dampak ekonomi yang sangat besar di balik sebatang rokok.
Di daerah-daerah tertentu, pabrik rokok bahkan jadi penyelamat ekonomi lokal. Mereka menyediakan lapangan kerja tetap dan berkelanjutan, terutama buat kalangan menengah ke bawah yang butuh pekerjaan tanpa syarat pendidikan tinggi.
Tantangan terbesar sekarang adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara manfaat ekonomi dan dampak kesehatan dari rokok. Pemerintah terus menyesuaikan kebijakan, baik lewat regulasi cukai, larangan iklan, maupun kampanye kesehatan.
Namun yang pasti, selama konsumsi rokok masih tinggi dan industri ini masih produktif, pajak dari rokok akan tetap jadi andalan negara. Entah kita pro atau kontra terhadap rokok, angka Rp200 triliun per tahun ini membuktikan bahwa rokok bukan cuma soal gaya hidup, tapi juga soal kebijakan ekonomi yang kompleks.
Tinggalkan Balasan